I. Pendahuluan
Perbincangan sejarah Islam di Afrika Utara abad XIX-XX ditandai dengan adanya “revolusi” (perancis, Itali, Inggris), yang memaksa kekuatan perancis membuat sebuah keberanian tersendiri untuk membentuk sebuah koloni-koloni, dan membangun sebuah Negara penjajah, hal ini banyak sejarawan mencatat, salah satu dari rentetan kejadian kolonialisasi Barat terhadap negara-negara kecil, khususnya dunia Islam. Dipicu dari “3g”, kekuatan-kekuatan Negara adidaya mulai melancarkan adikuasanya ke wilayah-wilayah Negara-negara kecil. Fokus dalam pembahasan ini lebih mengedepankan pembahasan sekilas penetrasai barat terhadap dunia Islam (khususnya di daerah Afrika Utara)
Afrika Uatara, yang pada abad XIX-XX yang didominasi kekutan-kekuatan Islam, yakni; Al-Jazair, Tunisia, Libia, Maroko, Dan Mesir;- adalah sebuah catatan “entry point” tersendiri bagi dunia Islam. Adalah sebuah responsibilitas dunia Islam terhadap penetrasai Barat (di Afrut). Yang masing-masing daerah memupunyai keunikan, baik secara respon politik maupun perlawanan-perlawanan terhadap sekutu.
Hal inilah yang menjadi bahan pembahasan yang ingin saya hadirkan dalam tulisan ini. Diantara yang menyangkut prihal respon Islam pribumi terhadap kekuatan-kekuatan barat, hubungan-hubunganya, dan sedikit menyangkut peran-peran Islam pribumi menghadapi Dunia Barat.
Yang perlu dicatat;- bahwa dunia Islam, mengalami banyak roda perjalanan. sifat yang flugtuative dalam dunia Islam bisa dikatakan ini adalah diagram yang baku dalam ke-sejarahan dunia Islam. Hal ini sangatlah tampak dan jelas, dari semasa Nabi hingga Abad XX. Peran-peran Islam mengalami sedikit banyak mempunyai sejarah table diagram yang bersifat Flugtuative. Salahsatu, pemicunya adalah pergantian generasi.
Namun, dalam makalah ini akan lebih mengedepankan beberapa pointer saja berkaitan dunia Islam, khusunya di daerah Afrika Utara. Pembahasan akan pemakalah mulai dari kedatangan Barat dan seputar perlawanan-perlawanan Islam Pribumi (khususnya Islam di Afrika Utara)
II. Isi
Dalam abad ke-19 dan awal abad ke- 20, didorong oleh kebutuhan ekonomi industri terhadap bahan-bahan baku dan pemasarannya, dan juga oleh kompetisi politik dan ekonomi satu sama lain/ negara-negara Eropa menegakkan kerajaan teritorial-dunia. Belanda menjajah Indonesia sementara Rusia di Asia Tengah (1500 M-1700 M), Inggris mengonsolidasi kerajaan mereka di India dan Afrika, dan mengontrol sebagian Timur Tengah, Afrika Timur, Nigeria, dan sebagian Afrika Barat.[1] Serta pada masa masa ini Telah disebut, bahwa dengan agresi negara-negara Barat yang menguasai wilayah raksasa Turki Usmani satu demi satu, akhirnya kekusaan sultan Turki semakin kecil di wilayah Eropa dan menjadi wilayah-wilayah tertentu tidak merdeka, tetapi juga tidak dikuasai oleh Usmani, menyebabkan muncul eastern question (masalah Timur). [2] latar belakang inilah yang dianggap pemakalah sebagai sebuah pijakan awal kondisi dunia pada waktu itu.
Islam di Arika Utara, seperti yang sudah tercatat dalam sejarah bahwa, secara teritorial, kedatanagan bangsa Barat di Afrika Utara mengharuskan Islam “bertekuk lutut”. hal ini mengakibatkan Islam disetiap daerah jajahanya mempunyai respon yang berbeda-beda. Terlihat beberapa gambaran yang akan saya hadirkan dalam makalah kali ini.
Para sejarwan menyebutkan: daerah Afrika Utara meliputi beberapa bagian, diantaranya; Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya, dan Mesir. Kedatangan Barat yang membawa misi disetiap Negara, tidak terlepas dari “pertemuan kebudayaan” walau tidak dinafi’kan bahwa persentuan budaya yang ada adalah sebuah persentuhan karna pendatang (pihak Barat) bukan dalam hal peranan pemerintah setempat dalam hal diplomasi, melainakn sebuah koloni. Akan tetapi mesir dalam pembahasan kali ini tidak akan saya hadirkan.[3]
Kondisi sebelum kedatangan barat di setiap negara mempunyai sejarahnya masing-masing, perlu di catat bahwa kekuatan Turki yang masih mendominsi sebagian Negara-negara tersebut mengharuskan melepaskan daerah ke-turkian mereka, dan bertekuk lutut dibawah kekuasaan Bangsa Barat. Selanjutnya gambaran-gambaran umum mengenai peranan-peranan dan sekilas kondsi di setiap Negara terkecuali Mesir.
a. Aljazair
Aljazair menjadi negara Arab pertama yang ditaklukkan Prancis (1830-1847 M).[4] kedatangan bangsa barat yang bermisikan Glori gold dan gospel pertama menundukan Aljazair di Afrika Utara. Ada banyak sebab yang melatar beakangi; perpajakan yang semakin tinggi, untuk memotong jalur perdagangan serta ingin menguasai serta membuat jalur perdagangan di laut tengah, dll.
Pada tahun 1830, pemerintahan Charles X (Perancis), didorong oleh kepentingan militer untuk merestorasi prestige politiknya setelah keka-lahannya dalam perang Yunani dan didorong oleh kepentingan perdaga-ngan Marseille, Pemerintahan Charles dapat men-duduki Aljazair dan kota-kota pantai lainnya. Perancis semula enggan melakukan penaklukan atas daerah-daerah lainnya karena biaya yang akan dikeluarkan cukup besar.[5]
Kedatangan perancis atas Aljazair, tidak tanpa sebab.[6] Yang pada kelanjutanya ketegangan-ketegangan semakin meluas sehingga mengakibatkan aljazair takluk dan menjadi koloni perancis.
Respon Islam pribumi
Respontion emergency islam pribumi diawali oleh seorang tokoh, diantaranya adalah Abdul Qadir,[7] anak pemimpin tarekat Qadiriyyah. Dia mendirikan satu negara Muslim di Aljazair Barat. Pada tahun 1832, dia mendeklarasikan diri sebagai peimimpin orang-orang Arab dan bertanggung jawab untuk mengaplikasikan hukum Islam di wilayahnya dan menyatakan perang terhadap Pemerincah Perancis.[8]
Sepak terjang Abdul Qadir terekam dalam beberapa catatan. Diantaranya,; semasa Abdul Qadir mencoba melawan kolonialisasi barat, walaupun kondisi sebelum datangnya barat memang tercatat sudah banyak ketidak setabilan pemerintahan.
Aljazair, sebelum kedatangan bangsa barat ada beberapa poin; diantaranya;- jauhnya pusat kekuasaan Utsmaniyah sehingga banyak dari mereka yang kurang di berikan “support dan dorongan”, baik militer, kepemimpinan dll. Hal ini mengakibatkan kerentanan antar penduduk semakin terlihat.
Pertemuan antara budaya ketimuran dan barat mengharuskan perlawanan demi perlawanan semakin sengit, walaupun Abdul Qadir sesaat mendapat kemenangan, terkadang juga ia menyerah terhadap perancis yang tidak lain untuk melindungi serta mempertahankan warga Aljazair. Dalam hal ini bisa digambarkan ketika, awal peperanganya melawan Barat, yakni pada 1839, ia memimpin peperangan bersama suku Barbar dan Arab terhadap perancis. Yang sebelumnya memengan tercatat bahwa Abdil Qadir; pada tahun 1832-1841, Abdul Qadir bersikap keras dan lunak terhadap penguasa Perancis. Sesekali dia menyatakan perang, tapi terkadang dia pun setuju untuk berdamai sebagai suatu strategi yang komprehensif demi suku-suku yang ada di Aljazair. Akan tetapi, pada tahun 1841 Jenderal Bugeaud memutuskan untuk menguasai Aljazair dan menjadikannya sebagai koloni Perancis. Sebagai konsekuensinya, Bugeaud mendeportasi Abdul Qadir ke Perancis dan kemudian ke Damaskus. [9]
Berkaitan dengan hal tersebut sejarawan (Lapidus, A History of Islamic )yang di sadur oleh (Siti Maryam (ed) Sejarah Peradaban Islam dari Kalsik Hingga Modern) menyataka bahwa; Ambisi Bugeaud semakin tak terkontrol. Dia bahkan melakukan pembasmian massal. Dia merusak kebun buah-buahan, membakar lahan pertanian, dan menghancurkan kampung-kampung penduduk. Pembasmian ini dan pendeportasian Abdul Qadir memicu penduduk Aljazair untuk mengadakan pemberontakan-pemberontakan.[10]
Di Aljazair Utara, pada tahun 1849 Bu Zian, seorang syekh pendukung Abdul Qadir, menentang perpajakan dan kontrol Perancis terhadap Aljazair. Pada tahun 1859, seorang pemimpin tarekat Rahmaniyyah, menyatakan jihad (terhadap kesewenang-wenangan Perancis) di wilayahnya Selanjutnya, pada tahun 1879 Muhammad Amzian, yang menyatakan dirinya sebagai Mahdi, menyerang para pegawai pemerintahan lokal.[11]
Di bagian selatan-pun pemberontakan-pemberontakan serupa terjadi. Pada tahun 1851-1855 dan 1871-1872 pemberontakan-pemberontakan itu dilakukan oleh para penggembala unta, yang berusaha menjaga jalur-jalur menuju oase utara dan menyerang para pegawai pemerintahan. Di samping itu, para pengembala domba pun melakukan pemberontakan (sabotase-sabotase) terhadap beberapa akses ke pasar dan menghindari ketergantungan ekonomi (pada penguasa Perancis).[12]
b. Tunisia
Berbeda dengan Aljazair, di Tunisia terhitung “tidak melakukan perlawanan”,[13] ada beberapa catatan mengenai respon Islam terhadap barat (Perancis), namun kebanyakan langkah yang di ambil adalah langkah Save atau mengamankan diri.
Pada tahun 1881, Perancis, yang menduduki Aljazair semenjak tahun 1830-an, memulai menguasai Tunisia. Selanjutnya, Perancis telah menjadi pengawas kantor-kantor pemerintahan Tunisia pada tahun 1884. Pemerintah Perancis, selanjutnya, mendirikan sistem yudisial baru untuk orang-orang Eropa dengan tetap menjaga pengadilan syariah untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan orang-orang Tunisia. Pemerintah Perancis juga membangun beberapa jalan, pelabuhan, rel kereta api, dan pertambangan.[14]
Pada pertengahan abad ke-19 dalam kondisi kekuatan ekonomi Eropa yang semakin meningkat dan lemahnya kekuatan ekonomi dalam negeri, para penguasa Tunisia telah mencoba melakukan modernisasi diberbagai bidang. Ini dilakukan ketika Tunisia masih berada di bawah pengawasan protectorate Perancis (tahun 1884).[15]
Tunisia, sebuah Negara kecil antara Libya dan Aljazair, mengakibatkan Negara ini harus tunduk dan menjadi koloni di bawah Perancis. Keadaan respon pribumi pada kelanjutanya lebih mengedepankan untuk berjabat tangan. Hal ini diperkuat oleh beberapa sejarawan mencatatnya
Ahmad Bey (1837-1855) mendirikan sekolah politeknik pada tahun 1838 dan mengundang ahli-ahli Eropa untuk melatih satu korps infantri baru. Pada tahun 1857, Muhammad Bey (1855-1859) mengumumkan secara resmi satu konstitusi yang menjamin keamanan warga Tunisia, persamaan dalam urusan perpajakan, kebebasan beragama, dan pengadilan gabungan Eropa-Tunisia. Tidak kalah pentingnya adalah bahwa Khairuddin (1837-1877) telah melakukan berbagai perbaikan dalam bidang-bidang yang cukup penting.
Pertama, Khairuddin telah membantu mendirikan College Sadiqi pada tahun 1875 untuk melatih para pegawai pemerintah, dan menunjuk para supervisor baru untuk Masjid Zaetuna. Selanjutnya dia mendirikan kantor-kantor baru untuk urusan wakaf, dan mereorganisasi pengadilan muslim terutama untuk memenuhi tuntutan persamaan perlakuan orang-orang Eropa. Perbaikan juga meliputi pendirian percetakan untuk mem-produksi buku-buku teks untuk pelajar-pelajar college Sadiqi dan merepro-duksi khazanah hukum Islam klasik.
Keberhasilan reformasi yang dilakukan oleh Khairuddin tidak lepas dari adanya dukungan kelompok agamawan. Tidak hanya para ulama, tetapi juga para sufl sangat mendukung berbagai perbaikan yang dilakukan-nya. Di samping itu, kedua kelompok terakhir ini di Tunisia tidak saling bersitegang, ini berbeda dengan kondisi di Aljazair.[16]
“Respon jabat tangan”pun semakin diperjelas. Pemerintah Perancis pun turut campur dalam sistem pendidikan Muslim Tunisia. Pada tahun 1898, Perancis mencoba mereformasi lenvbaga pendidikan Masjid Zaetuna, dengan memasukkan subyek-subyek modern dan metode-metode pedagogis. Akan tetapi, reformasi dalam subyek hukum Islam banyak ditentang oleh para ulama.[17] walaupun ketegangan-ketegangan terjadi diantara keduabelah pihak, namun yang terjadi tidak mengakibatkan peperangan seperti yang ada di Aljazair. Yang pada kelanjutanya di Tunisa, Perancis pada masa selanjutnya lebih menekankan dan mencoba mensekulerkan masyarakat Tunisia, dan beberapa Gender (emansipasi wanita) adalah sebuah perubahan yang harus diterima oleh warga Tunisia.
c. Maroko
Secara geografis, Maroko terletak di daerah paling barat Afrika Utara. Keadaan kali ini, Islam berbeda keadaanya diantara Negara-negara Afrika Utara lainnya. kondisi Maroko, Negara disebelah barat Aljazair ini sebelum barat memeasuki wilayah mereka tercatata sudah “merdeka”. Yang pada jauh seblumnya kondisi-konidisi di Maroko sudah tergolong “setabil” pasalnya beberapa Dinasti Islam di Maroko tergolong sukses. Salah satunya adalah Dinasty Fatimiyyah, namun setelah angin buruk yang menimpa kekaisaran Turki Utsmani pada akhirnya menjadi terpecah belah yakni di-era kepeimpinan Mahmud II (1809).
Kondisi perlawanan-perlawananpun dilakukan oleh penduduk, kondisi maroko yang pada awalnya membatu Abdul Al-Qadir di Aljazair bagian Barat, setelah kekalahan Abdul Al-Qadir kalah dan dideportasikan megharuskan orang-orang Maroko mundur dan mendirikan perlawanan ketika Barat juga memasuki Negara mereka.[18]
Keadaan ini diteruskan dalam bentuk perlawanan Maroko terhadap sepanyol(1859-1860), dan meskipun kemerdekaan Maroko dijamin kemerdekaany dalam konferensi Madrid (1880) Maroko pada kelanjutanya mengalami Krisis pertamanya 1905-1906 dan Krisisnya yang kedua(1911). Akhirnya Maroko dipaksa untuk mengakui Prancis Protektorat Perancis melalui Perjanjian Fez, ditandatangani pada tanggal 3 Desember 1912.dan dengan itupula Maroko tunduk.[19]
Perjanjian Fez, yang di tandatangani kedua belah pihak mengizinkan Perancis bertindak atasnama Maroko.[20] Keadaan kekuasaan protectorate Perancis atas Maroko sangatlah berdampak kurang “menguntungkan”, terlihat dari beberapa kebijakan-kebikan yang telah di buat, yakni: pendidikan dll.
d. Libya
Berbeda dengan Negara-negara Afrika Utara lainya, Libya tidak dibawah kolonisasi Perancis, tetapi Italia. Pada masa ini keadaaan Libya lebih banyak digambarkan, munculnya tarekat-tarekat dari pribumi. Salah satunya adalah Tarekat Sanusiyyah.
Gerakan tarekat Sanusiyyah dibentuk pada tahun 1830 oleh Muhammad Ibn Ali Al-Sanusiyyah (1787-1859). Gerakan ini dibentuk untuk menyatukan Ikhwanul muslimin yang ada, dan untuk menyebarluaskan dan merevitalisasi Islam. Bahkan di tegaskan bahwa gerakan Sanusiyyah dibentuk untuk menghindari dan mempertahankan Islam dari agresi bangsa asing. Untuk tujuan ini, gerakan Sanusiyyah memilih daerah terpencil yaitu: Cyrenacia, suatu daerah yang berada diluar pengaruh bangsa Eropa dan hanya secara nominal dibawah rezim Utsmaniyyah. Dengan demikian tempat itu cocok untuk suatu gerakan keagamaan.[21]
Pondok-pondok Sanusiyyah menjadi pusat misi dan pendidikan agama Islam dan juga menjadi perkampungan pertanian dan perdagangan. Pondok-pondok itu dihubungkan dengan route-route perdagangan. Selama hampir sembilan dasawarsa, gerakan Sanusiyyah memiliki gerakan revivalis Islam yang kuat, yang memadukan unsur-unsur ekonomi dan agama, tersebar di sepanjang wilayah Cyrenaica, Fazzan, dan sebagian wilayah Tripolitania.
Di samping itu, gerakan Sanusiyyah pun mendapat pengakuan dari orang-orang Badui setempat. Ini akibat usaha gerakan ini menggalang persaudaraan dikalangan mereka. Sanusiyah mendapat otoritas untuk urusan kerjasama niaga, menjadi mediator dalam berbagai konflik, dan untuk urusan-urusan pengajaran agama dan representasi politis. Adalah logis, bila pada akhir abad ke —19, gerakan Sanusiyyah telah mampu membangun satu koalisi kesukuan yang cukup luas di sebelah barat Mesir dan Sudan.[22]
Yang perlu dicatat di Tripolian-Libya, adalah sebagai Basis propaganda keagamaan yang diarahkan untuk mendorong suku-suku Tunisia melawan penjajah Perancis. Hal ini mengakibatkan ada banyak pertentangan-pertentangan antara Itali dengan Islam, terlebih-lebih Islam (Turki Utsmani) yang sudah mengisyaratkan untuk membuat kesepakatan dengan pihak Perancis berkaitan dengan masalh pelarian-pelarian Tunisia di Tripolitania. Semenjak tahun 1835-1911, penguasa-penguasa Ottoman telah melakukan banyak untuk Libya. Mereformasi administrasi Negara mengembangkan kota dan pertanian, mendorong pendidikan lokal dll.
Singkat cerita, Pada awal oktober 1911, Itali telah dapat menduduki pelabuhan-pelabuhan penting di Libya. Hingga pada akhirnya, pembelian tanah atas dasar tujuan pertanian dan pembangunan sejumlah perusahaan-perusahaan Itali.[23]
III. Tinjauan Umum dan Penutup
Disisi yang lain, pada kelanjutanya; disebutkan bahwa peran dan kekuatan-kekuatan yang yang terjadi pada abad XIX-XX lebih banyak didasari dari peperangan Agama, yakni Islam dan Kristen. Sebab-sebab terjadinya berbagai bentuk konflik ini tidak berbeda dalam rangka “fenomena perubahan”. Peperangan-peperangan yang terjadi 1820-1929 adalah sebuah gambaran reflek sebuah kenyataan dan keadaan. [24]
Pada kelanjutanya (dari beberapa pendapat sejarawan: Barry, Hungtington, dan Bernard Luwis, dan disadur pulah oleh A. Maftuh Abiegibriel), secara histories salah satu bentuk dari ‘fenomena perubahan’ ter-refleksikan dalam beberapa catatan sejarah;- adanya pertentangan antara sekularisme versus Agama.[25]
Secara garis besar hal inilah yang menjadi “sumbu” dari beberapa konflik. Namun disisi yang lain yang perlu dicatat;- permasalahan gobal dan internal juga menjadi sebuah gerakan reaksioner penopang keberadaan jawaban sejarah, tidak lain;- persentuhan peradaban antara Barat dan Timur juga mengakibatkan dampak yang baik bagi Negara-negara jajahan.
Disamping yang saya sudah sebutkan diatas jika diinjau dari segi ekonomi saya menemukan beberapa catatan mengenai penyebab mengapa menguasai daerah Afrika Utara, diantaranya; di Sudan terdapat tambang emas dan pasar budak, hal ini semakin menjelaskan pihak barat akan materialis.
[1] Karim,Abdul.Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam,Yogyakarta:Pustaka Book Publiser,2009.hal. 343
[2] Ibid,.- hal. 348-349.
[3] Menurut Ira M. Lapidus,disadur pula oleh Maryam,siti(ed).Sejarah Peradaban Islam dari Klasik hingga Modern,Yogyakarta: LESFI.2004 hal. 237;yang termasuk dalam wilayah Afrika Utara adalah negara Aljazair, Tunisia, Maroko dan Libya. Mesir tidak dimasukkan dalam wilayah ini walaupun secara geografis terletak di wilayah tersebut. Ini discbabkan karena Mesir mempunyai sejarah yang sangat ber-beda dengan keempat negara tersebut di atas. Oleh karena itu, Mesir akan didiskusikan dalam bab tersendiri.
[4] Karim,Abdul.Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam,Yogyakarta:Pustaka Book Publiser,2009.hal. 342. serta Hitti,Philip.K.History Of Arabs, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,2006. hal. 915
[5] Maryam,siti(ed).Sejarah Peradaban Islam dari Klasik hingga Modern,Yogyakarta: LESFI.2004 hal. 238
[6] Charles X pada tanggal 31 Januari 1830, memutuskan untuk mengirim ekspedisi militer ke Aljazair untuk mengakhiri ancaman para perompak Aljazair diajukan ke Mediterania perdagangan dan juga meningkatkan popularitas pemerintah dengan kemenangan. diakses tanggal 23-Oktober-2010 jam 03:00 wib.http://en.wikipedia.org/wiki/Charles_X_of_France.
[7] Abd al-Qadir Bin Muhyieddine (عبد القادر ابن محي الدين)/Abd al-Qadir al-Jazā'irī. ulama, sufi, dan militer pemimpin politik yang memimpin perjuangan melawan invasi Perancis pada pertengahan abad kesembilan belas, dimana dia dipandang Aljazair sebagai pahlawan nasional mereka. Ayahnya, Muhyi al-Din al-Hasani, adalah seorang syekh di Qadiri Sufi urutan Islam. Dia adalah seorang Banu Ifran Berber. Selama periode ini `Abd al-Qadir menunjukkan kepemimpinan politik dan militer, dan bertindak sebagai administrator mampu dan seorang orator persuasif. kuat iman-Nya dalam doktrin Islam tidak diragukan lagi. Ibid,.-
[8] Maryam,siti(ed).Sejarah Peradaban Islam dari Klasik hingga Modern,Yogyakarta: LESFI.2004 hal. 238.
[9] Ibid,.- hal. 239
[10] Maryam,siti(ed).Sejarah Peradaban Islam dari Klasik hingga Modern,Yogyakarta: LESFI.2004 hal. 239
[11] Ibid,.- hal.hal. 239
[12]Ibid,.- hal.004 hal. 239-240
[13] Ada juga yang menyatakan sebagian penduduk Tunisia melarikan diri di Tripolian.
[14]Ibid,.- hal. 916
[15] Maryam,siti(ed).Sejarah Peradaban Islam dari Klasik hingga Modern,Yogyakarta: LESFI.2004 hal. 243
[16] Ibid,.- hal. 243
[17] Maryam,siti(ed).Sejarah Peradaban Islam dari Klasik hingga Modern,Yogyakarta: LESFI.2004 hal. 244
[18] Salah satu peranan kekuasaan pribumi adalah Dinasti Alaouite yang melawan mencoba melakukan perlawanan.
[19] Hitti,Philip.K.History Of Arabs, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,2006. hal. 916
[20] Maryam,siti(ed).Sejarah Peradaban Islam dari Klasik hingga Modern,Yogyakarta: LESFI.2004 hal. 246
[21] Hasil baca: Ibid,.- hal. 250
[22] Hasil baca: Maryam,siti(ed).Sejarah Peradaban Islam dari Klasik hingga Modern,Yogyakarta: LESFI.2004 hal. 250-251
[23] Hasil baca: Ibid,.- hal.249-251
[24] Hasil baca: A. Maftuh Abegebriel dkk, Negara Tuhan, halaman 401-404.
[25] Hasil baca: Ibid,.- hal. 406-411.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar