Kerajaan Sriwijaya Dan kerajaan Melayu
I. Pendahuluan
Selama kurun waktu yang lama Sriwijaya tetap menjadi Negara yang paling misterius di Asia tenggara, hanya baru pada 1918 sejarawan perancis Codes, dari Ecole Francaised’Extreme Orient, mempostulasikan keberadaan sebuah kerajaan yang tak di kenal yang bernama Sriwijaya, yang memiliki wilayah dari Sumatra sampai Thailand Selatan.[1] Tidak hanya pada sriwijaya kerajaan Melayu juga mengalami hal yang sama, hal ini terlihat ketika catatan-catatan masih sangat minim. Penulis menemukan Ada banyak perbedaan disini baik dari segi penulisan maupun versi sejarahnya. Hal ini penulis hanya ingin mencoba memberikan hal-hal yang di anggap mendekati.
Perbedaan historiografi disebutan bagi kedua kerajaan tersebut, mengharuskan penulis untuk lebih teliti, hal ini karna keterbatasan sumber, penulis hanya menghadirkan apa yang penulis dapatkan dari beberapa referensi yang penulis temukan. Sebelum penulis menyebutkan kedua kerajaan tersebut penulis ingin menjabarkan sekilas tentang penyebutan-penyebutan yang melekat pada kedua kerajaan tersebut.
II. Isi
Seperti yang sudah saya ungkapkan pada Pendahuluan.[2] Tentang letak kerajaan Sriwijaya, ada yang menyebutkan bahwa kerajaan Sriwijaya, di sebut oleh para sejarawan adalah “Zabag”- “Saribuza”- “Qomar” juga tampak bahwa selama abad ke-8 dan 9 M, “Zabag” di gunakan untuk menyebutkan jawa, meskipun semua nama ini kebanyakan di gunakan untuk menyebut Sriwijaya. Nama lain yang di berikan oleh orang Tamil kepada orang-orang Melayu adalah “javaka”, namun telah ditunjukan oleh Codes bahwa itu sebenarnya, seperti kata Arab “Jawa” dan “Jawi”, adalah sebuah nama etnik yang merujuk pada semua orang Indo-Melayu.[3] pernyataan ini di perkuat dengan yang lain.[4] Perihal perbedaan sebuatan diantaranya ada; melayu = Mo-Lo-yeu. Sriwijaya = Shih-li-fo-shih.
I. Kerajaan Sriwijaya
Jika melakukan kajian georafis, tentang perihal kerajaan Sriwijaya; Di putuskan oleh Manguin,(1992-1993);- yang membuktikan bahwa jantung sriwijaya terletak sebelah wilayah yang lebar hampir seluas 10 km sepanjang sungai Musi, diantara bukit Seguntang dan Sobokingking di wilyah yang kita kenal sebagai Palembang.[5] (Sumatra Selatan)
Berbarengan dengan usaha para penguasa Sumatra mengembangkan komunitas yang bermukim di sepanjang sungai Batanghari, para pemimpin Melayu lainya menggabungkan komunitas-komunitas yang bermukim di sepanjang alur sungai Musi, dan membangun sebuah permukiman pelabuhan di palembang, diantara bukti Segutang dan Sobokingking. Mereka menamakan kedaulatan mereka “Sriwijaya”, yang dalam basa sansekrit bermakna “kemenangan yang menjanjikan”.[6]
Salahsatu ciri kerajaan Sriwijaya adalah Kebanyakan penguasa kerajaan Sriwijaya memakai bahasa “sansekerta” (ada yang menyebutkan sansekrit). Pusat perdagangan dan “keilmuan” (walau hanya terbatas pada Agama Budha saja). Corak yang khas sebagai Sriwijaya adalah keberadaan daerah teritorialnya menduduki daerah setrategis untuk berdagang, ada juga yang menyebutkan Sriwijaya adalah kerajaan Maritim.
Pembangunan kerajaan Sriwijaya tercatat ada beberapa fase bentuk, dalam perkembanganya (sebelum menjadi sebuah kerajaan Sriwijaya), walau tercatat banyak penulis sejarah yang menggunakan istilah dinasti dan kekaisaran. Akan tetapi menurut penulis ini perlu di hadirkan.[7] Dan di sebutkan pula; boleh jadi akan sangat menggoda untuk menyimpulkan bahwa Sriwijaya mewakili sebuah “fase” perlaihan dalam bentuk proses pembentukan dari fase Mandala kedalam fase Kekaisaran.
Dalam system kerajaannya, Sriwijaya penulis hanya menemukan beberapa catatan mengenai nama-nama Raja yang berkuasa, diantaranya;- Raja Janayasa, Raja Dharmasetu, Raja Sangramadhitiananjaya (atau lebih di kenal Wisnu).[8], Raja Samaratunga, Raja Balaputra, Raja Culamanivarmadeva, dan Raja Sri Maravijayottungavarman dan Raja-raja lainya yang penulis tidak bisa menghadirkanya.
Pada kelanjutanya sebelum penulis memberikan gambaran-gambaran Raja-raja di atas penulis ingin menghadirkan perbincangan antara ajaran Hindu dan Sriwijaya, yakni; Ajaran Hindu di Indo-Melayu kira-kira mengikuti ajaran hindu di India: dari awal ajaran Hindu sampai abad ke-7 M, ajaran Wisnu (pemuja wisnu sebagai Dewa tertinggi) menjadi ajaran yang dominan, kemudian dari abad ke-7, Siwaisme (pemujaan Siwa sebagai Dewa tertinggi) menjadi lebih popular. Ajaran “Siwai” dianut oleh banyak pedagang.[9] Dan perlu di catat bahwa ajaran Siwaisme sangat melekat semasa, kejayaan kerajaan Sriwijaya. Akan tetapi ada juga yang menyatakan bahwa aliran Budha yang dipakai adalah Mahayana.[10]
Raja Jayanasa (Dapunta Hyang Sri Jayanasa)
sebelum memasuki kekaisaran Raja Janayasa, memang sudah tercatat adanya hubungan, baik; perdagangan, penyebaran Agama, dan kontak keilmuan; antara Cina, India, dan Negara-negara lain di sekitarnya, melayu Kamboja Thailand dll.
Memasuki kekaisaran Janasa, Raja Janasa dari sekian buku yang ada, penulis belum menemukan gambaran yang jelas mengenai kapan lahirnya tokoh tersebut dan keturunan dari mana, akan tetapi Raja Janasa di sebutkan pada kepemimpinanya di tandai dengan adanya penemuan yang tulisan seorang pendeta Budha dari tiongkok, bernama I-ting, dalam tahun 671 M berangkat dari kanton ke India, ia terlebih dulu singgah di Sriwijaya, selama enam bulan, untuk belajar bahasa sansekerta, kemudian ia singgah di melayu selama dua bulan.[11]
Kerajaan Sriwijaya pada masa Jayanasa, di awali dengan buku yang di tulis oleh I-tsing, antara tahun 690-692 sementara Melayu telah menjadi kerajaan Sriwijaya.[12] Dengan kata lain ada pergerakan semasa kerajaan Sriwijaya pada masa Jayanasa, hal ini di perkuat lagi dengan adanya; prasasti batu tertua di palembang, memperingati penaklukan atas Melayu, telah di temukan di Kaki Bukit Seguntang. Prasasti ini menyatakan;
“Pada bulan April 682 M, seorang Raja meningalkan kotanya dengan menaiki kapal-kapal. Dia melakukan penjelajahan daratan dan lautan dan satu bulan kemudian dia kembali ke Sriwijaya dengan kemenangan kekuasaan dan kekayaan”
Pemimpin perang, Sriwijaya ini bernama Janayasa. Dalam prasasti tersebut gelarnya adalah “Punta Hyang”, sebuah gelar religius, yang bukanlah hal yang mengherankan mengingat konteks religius dan kekuatan mistis yang di kaitkan dengan para penguasa-penguasa kerajaan awal. Posisi religius Janayasa di tegaskan dalam prasasti yang sama, dimana ia menyebutkan bahwa satu bulan sebelum keberangkatan ekspedisi, dia melakukan sebuah ritual atau peziarah yang bernama “Siddhiyarta”, dimana sekembalinya dia mendapatkan kekuatan magis yang bisa memungkinkan kesuksesan penaklukan. Dua tahun kemudian pada 684 M, Janayasa memerintahkan pembuat prasasti yang kedua di “Talang Tuwo”[13] (sebelah barat Paalembang). Prasasti ini merupakan sebuah ucapan syukuran kaum budha dalam memperingati pendirian pertapaan umum (public orchad) dan permohonan agar dia bisa mencerahkan semua orang.[14]
Semasa Janayasa, pada kelanjutanya kerajaan Sriwijaya banyak memerankan pada perluasan wilayah diantaranya setelah Melayu; adalah menaklukan Karang Bahi, kota Kapur Bangka, Sunda dan Jawa Tengah pada abad ke-7.[15] pada ekspansi penaklukan Janayasa ke Jawa, tidak tercatat banyak. Penggamabaran kondisi Jawa.[16] yang pada kelanjutanya, tidak di ketahui apakah, atau bagaiman pasukan Sriwijaya memencapai targetnya, namun sampai pada penghujung abad ke-7 M, Tarumanegara telah menghilang dari dari rute perdagangan (duta terakhir ke Cina dikirim pada 669).[17] setelah meninggalnya Jayanasa yang tidak di ketahui tanggal kematianya, namun ada yang melekat pada kepemimpinan Janayasa; dengan adanya kutukan-kutukan yang di tuliskan pada prasasti.
Raja Dharmasetu
Raja Dharmasetu, adalah penerus kerajaan Sriwijaya. pada masanya ekspansi di lanjutkan kembali, sekitar 775 M, tanggal yang di berikan oleh sebuah prasasti terkenal yang di teketemukan di situs Vat Sema Moung, sebuah kuil biara tua di Nakhon Si Thammarat.[18] Prasasti Nakhon Si Thammarat (lLingor, yang sekarang menjadi wilyah profinsi Surat Thani), mengungkapkan bahwa seorang raja Sriwijaya yang gilang gemilang bernama Dharmasetu telah membangun tiga peratapaan, dan memperuntukan ketiganya bagi Bodhisattva Padmapani, Vajrapanidan Budha. Ia ingin menunjukan bahwa Dhamarsetu adalah kepala dari sebuah keluarga Sailendra (dari Jawa Tengah).[19] Hal ini juga terkait dengan adanaya pada masa kelanjutanya yang bernama Sangramadhananjaya, (yitu seorang, menantu laki-laki dari Dhamarsetu).
Pada masa Dhamarsetu memimpin sebuah federasi yang luas dari dari bagian utara semenanjung Maleysia, sampai kepulau Jawa. Pada masa kematianya yang kemungkinan besar terjadi antara 775 dan 782 M, tahta selanjutnya di berikan pada Sangramadhananjaya (menantu laki-lakinya), yang juga dinamakan Wisnu. Selama pemerintahanya, dia mulai membangun banyak Candi Budha, dan biara-biara yang samapi sekarang ini masih bisadi saksikan di dataran Kedu. Dia juga di anggap sebagai yang menggagas pembangunan monumen agama Budha terhebat di dunia: Candi Borobudurr.[20]
Raja Sangramadhananjaya (Dharanindra Sanggramadhananjaya)
Pada masa Sangramadhananjaya Sriwijaya tercatat menyerang sebuah pusat pemerintahan Kamboja Selatan.[21] Penulis belum menemukan catatan yang banyak mengenai Sangramadhananjaya.
Ada yang menyebutkan salahsatu tulisan mengenai Raja Sangaramdhananjaya, terkait dengan tulisan “Piagam Kalasan sekiatar tahun 778 M”.[22] bukti yang lainya adalah terkait dengan pembutan candi borobudur, dimasa ini adalah sebuah fase pertama pembangunan candi borobudur. Yang nanti pada kelanjutanya candi borobudur akan di rampungkan oleh penesnya yaitu Samaratunga.
Pada kelanjutanya, Kerajaan Sriwijaya mengalami pergantian kepemimpinan, setelah Sangramadhananjaya, lengser dari kepemimpimpinan di teruskan oleh maharaja Samaratunga. Salah satu raja yang di katakana tidak bisa mempertahankan daerah kekuasaan Sriwijaya-nya, dibarengi dengan pembuktian menurut kroni-kroni Khamer, raja Khamer Jayavarman II, pendiri dinasti-dinasti Angkor memutuskan hubungan denag sriwijaya.[23]
Samaratunga 792-835 M, (Samaratungga)
Sriwijaya pada masanya;- Ia memiliki keunikan dalam bersikap, walau di kenal sebagai raja yang tak bisa menjaga dan memmpertahankan kerajaan Sriwijaya, ia adalah seorang yang tidak memiliki ambisi seperti pendahulunya, ia lebih mengejar urusan sepiritual dan terlalu sibuk menyelsaikan Candi borobudur.[24]
Setelah lepasnya beberapa daerah kekuasaan Maha raja Sriwijaya (diantaranya adalah Khamer dll), Samaratunga, memutuskan untuk menguatkan ikatan persekutuan lokalnya dan menikahkan putrinya, Paramodavardhani yang penganut Budha, dengan seorang Putra Garung, yang adalah pemimpin dari keluarga Sanjaya dari Jawa, yang penganut siwa. Pada kelanjutanya pernikahan ini pun terjadi, putri seorang Samaratunga menikah dengan salah satu keturunan Garung, seorang anak muda Jawa bernama Rakai Pikatan. Selang beberapa Tahun setelah Samaratunga menyelesaikan dan merampungkan pembangunan borobudur (825 M), tidadk di ketahui pasti perihal tanggal dan kematianya, demikian pula penganti Raja Sriwijaya, yang hanya di ketahui selanjutnya adalah Anak laki-laki yang bernama Balaputra kemudian menjadi kepala keluarga sailendra di Jawa Tengah. Namun pasti pada waktu itu dia bukan seorang Maharaja Sriwijaya. [25] perlu di catat bahwa pada masa itu pula, Balaputra di Jawa Tengah sedang mengalami beberapa pemberontakan hingga sampai yang tergambarkan bahwa Rakai Parkitan[26] adalah seoarang Pangeran yang berambisi untuk mengambil kekuasaan dari saudara misanya, dan mencoba memutuskan hubungan dengan para bangsawan.
Raja Balaputra
Muda dan tak berpengalaman, Balaputra tidak di akui oleh para Raja Jawa, dan dia menghadapi pembangkangan dan pemberontakan.dari vassal-vasal bawahanya.situasi semakin memburuk hingga Garung, yang boleh jadi terlibat pada dalam penolakan wewenang Balaputra,memaksa untuk menerima bimbinganya.di bawah pemerintahan Garung, situasi menjadi damai kembali,sampai menghilangnya pada sekitar 838 M. selama periode pembimbingan Garung ini, tampaknya Hindu, bangkit kembali, dengan pembangunan komplek candi-candi Hindu yang besar di desa Prambanan.[27]
Pertentangan dan pemberontakan yang di alami oleh Balaputra berbeda dengan para pendahulunya, vassal-vasal di jawa; termasuk saudaranya sendir. Setelah pertentangan pahit selama bertahun-tahun dengan saudara misanya sendiri, akhirnya Balaputra dia bisa meloloskan diri dan kembali ke palembang., kota ibunya “Tara”. Dengan kepergianya, Sriwijaya telah menyerahkan Jawa Tengah ke tangan keluarga Sanjaya.[28] Di pelembang Balaputra menemukan suatu suatu dunia baru yang sangat menarik daripada di Kedu yang damai, yang hingga pada kelanjutanya Balaputra akhirnya bisa menjadi Maharaja Sriwijaya. Satu-satunya keterangan yang tertinggal di masa kekuasaanya adalah sebuah prasasti terkenal di Bengali, yang di kenal dengan Senagai Table Nalada yang berasal dari tahun 860 M.[29]
Pada masa selanjutnya dari tahun 860-990, penulis belum menemukan secara kronologi baik mengenai waktu, Raja dan kepemimpinan Sriwijaya pada masa selanjutnya.
Raja Culamanivarmadeva
Pada 990, di bawah kekuasaan maharaja Sriwijaya Culamanivarmadeva, Raja Jawa Dharmavamsa. Melancarkan penyerbuah mematikan terhadap Sriwijaya, dan di lanjutkan dengan sebuah serangan dadakan, palembang di kuasai oleh penyerangan ini takan berhasil tanpa sokongan implisit dari para penguasa Banten Girang. Meskipun mereka tidak terlibat secara langsung dalam penyerangan tersebut, mereka mampu menutupi gerak armada Jawa, menetralkan kekuatan sriwijaya dan di Sumatra Selatan dan Menawarkan dukungan logistik bagi pasukan Jawa.[30]
Pada sejarah Song, memberi kesaksian bahwa penyerangan tersebut terjadi antara 988-922 M. secara kebetulan awal periode ini berkaitan dengan kedatangan seorang duta Sriwijaya, yang di kirim oleh Culamanivarmadeva. Dalam perjalananya ia kembali, si dutabesar singgah di sebuah pelabuhan Cham, dimana kemudian menjadi tahu dari para pedagang Sriwijaya, bahwa kotanya telah di serbu oleh orang-orang Jawa.[31]
Singkat cerita, kekuasaan perebutan kerajaan Sriwijaya di palembang, mendapatkan hasil yang sangat menggembirakan bagi Jawa, Jawa Merebut dari tangan Culamanivarmadeva; selat sunda dan Sumatra Selatan.
Tidak terhenti sampai disini kekuatan vassal-vasal sriwijaya di mungkinkan oleh orang-orang Jawa sebagai sebuah organisasi antar kerajaan (mandala), dan tidak menyadari bahwa kekuatan vasal-vasal (daerah Taklukan Sriwijaya) masih mencoba membangun kekuatan untuk merebut kembali, mengingat sekutu dan kekuatan diplomatik Sriwijaya.
Setelah menguasai palembang dan Sumatra Selatan, para penguasa jawa saat itu terlihat terlalu asyik dengan kehidupanya, sehingga melupakan. Bahwa; sementara pihak Melayu bebas membangun pasukan mereka untuk membuat serangan balasan. Setelah dua tahun peperangan yang keras, pasukan Jawa menghadapi kebinasaan (di palembang). Pada tahun 993 Culamanivarmadeva telah bisa menguasai Palembang kembali.[32]
Kesakit hatian seorang Raja Sriwijaya terus membara, ketika pada kelanjutanya meneruksan serangan ini ke Jawa Timur, ambisi balas dendam selalu melekat pada periode ini, hingga pada suatu ketika Culamanivarmadeva menyerang Jawa TImur; alhasil, setelah sepuluh tahun menyusun strategi dan sebagian menyokong kekerajan-kerajaan vassal,yang tidak lain adalah menentang terhadap Dharmawangsa[33], dengan kesiapan yang matang Sriwijaya melakukan serangan, seorang Munawari, melancarkan serangan mendadak pada 1006, saat itu disitana tersebut sedang mengadakan pernikaha pesta pernikahan, semua bangsawan kerajaan tersebut di bantai dengan perkecualian seorang bangsawan muda bernama Airlangga.[34] Hingga pada kelanjutanya pada kepemimpinan Culamanivarmadeva dapat merebut kembali kekuasaan yang telah hilang, di tambah lagi dia adalah salah satu Maharaja yang paling hebat semenjak Jayanasa, Dhamarsetu dan Wisnu, dia telah sukses mempertahankan mandala-mandalanya dan pengaruh diplomatiknya meluas jauh melewati Asia Tenggara.
Salahsatu prasasti adalah Tanjore (selatan Madras, India), prasasti merujuk pada 1005 M.[35]
Raja Sri Maravijayottungavarman.
Perlu di catat, Setelah Culamanivarmadeva mangkat 1008 M, penerusnya adalah anak lelakinya; Sri Maravijayottungavarman.yang banyak tercatat; pada masa ini kerajaan Sriwijaya tidak bergitu gemilang dari sebelumnya. Pasalnya vassal-vasal mandala yang ada di bawah Sriwijaya mendapatkan serangan dari pihak lain, perpecahan ini juga ada di mungkinkan bahwa; urusan materi upeti dan perubahan kebutuhan (perdagangan bebas). Hal ini terbukti ketika Cola mulai menlancarkan gerakan tersebut. Hal ini juga di ikuti oleh jawa dan kerajan2 yang lain.
II. Kerajaan Melayu
Kerajaan Melayu terdiri atas bahasa Melayu. populasi Melayu terdiri atas atas komunitas-komunitas yang berbicara bahasa Melayu yang menyebar di seluruh “Sumatra” Tengah.[36] Titik-titik pemukiman utama mereka berada di pesisir barat di lokasi yang adalah Indrapura dan Padang. Sementara di pesisir-pesisir timur banyak berdiri pemukiman di sepanjang alur sungai, terutama di sepanjang sungai Batanghari dan Musi.[37] Adapun pembentukan pemerintahan Melayu, penulis belum bisa menemukan dan belum menemukan nama bagi pemersatu pembentukan Melayu, yang tercatat hanyalah “ada persekutuan klan-klan alur sungai batanghari dan mengikuti mengikuti pemukiman mereka di sebuah situs di bagian hilir sungai, terbentuklah sebuah pemerintaha Melayu”. posisisi geografis Melayu telah memungkinkan aliran perdagangan utama yang memasuki atau keluar dari sungai Batanghari dan dalam hal ini memungkinkan permukiman mereka menjadi kekuatanyang dominan dari wilayah alur sungai itu. Pelabuhan mereka adalah sebuah pusat dagang yang penting bagi komunitas-komunitas yang bermukim di lereng pegunungan Bukit Barisan dan di perbukitan Minangkabau.[38]
Terkait dengan hal tersebut, Sejarah Tang Batu, mengungkapkan bahwa duta pertama Melayu di kirim ke Cina pada 644 M. sumber yang sama juga memberi keterangan pada kita, bahwa pada masa itu, Raja-raja Melayu adalah pemeluk Hindu (kemungkinan besar menganut ajaran Siwa).
Jika yang di maksud dalam tugas ini adalah kerajaan Sriwijaya sebelum ekspansi maka penulis lebih sepakatkarena keterbatasan sumber penulis belum bisa menghadirkan, yang di maksud itu. Akan tetapi jika yang di maksud kerajaan Melayu di bawah kekuasaan Sriwijaya, maka gambaran sekilas tentang Kerajaan Melayu (sebagai mandala & vasal) sudah di ungkapkan. Walau penulis belum menyebutkan secara detail.
[1] Michel Munoz Paul Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan semenanjung malesyia, (Perkembang sejarah dan budaya Asia Tenggara “Jaman Pra Sejarah-Abad XVI”), (terj. Tim Media Abadi. Yogyakarta, Mitra Abadicetakan 1 maret 2009). hal. 157
[2] Selama kurun waktu yang lama Sriwijaya tetap menjadi Negara yang paling misterius di Asia tenggara, hanya baru pada 1918 sejarawan perancis Codes, dari Ecole Francaised’Extreme Orient, mempostulasikan keberadaan sebuah kerajaan yang tak di kenal yang bernama Sriwijaya, yang memiliki wilayah dari Sumatra sampai Thailand Selatan.
[3] Michel Munoz Paul Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan semenanjung malesyia, (Perkembang sejarah dan budaya Asia Tenggara “Jaman Pra Sejarah-Abad XVI”), (terj. Tim Media Abadi. Yogyakarta, Mitra Abadicetakan 1 maret 2009). hal. 154
[4] Pembuktian dalam penyelidikan geomorfologi oleh DR. Soekmono, kota palembang terletak di pantai laut pada ujung jazirah. Nama palembang pada waktu itu belum di kenal. Nama itu baru di kenal pada abad ke-13 dalam Chi-Fan-chi dan dalam sejarah Ming. (Slamet Muljana Majapahit PT LKiS Pelangi Aksara, 2006 Yogyakarta, halaman 129)
[5] Michel Munoz Paul Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan semenanjung malesyia, (Perkembang sejarah dan budaya Asia Tenggara “Jaman Pra Sejarah-Abad XVI”), (terj. Tim Media Abadi. Yogyakarta, Mitra Abadicetakan 1 maret 2009). hal.157
[6] Hasil baca; Michel Munoz Paul Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan semenanjung malesyia, (Perkembang sejarah dan budaya Asia Tenggara “Jaman Pra Sejarah-Abad XVI”), (terj. Tim Media Abadi. Yogyakarta, Mitra Abadicetakan 1 maret 2009). hal. 157-158.
[7] Lihat Lampiran 0.1 baca serta bandingkan : Ibid,. hal. 162
[8] Ajaran wisnu sangat mirip dengan ajaran Budha sampai pada satu titik sehingga bagi para penganut ajaran wisnu, Budha adalah titisan Wisnu.
[9] Michel Munoz Paul Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan semenanjung malesyia, (Perkembang sejarah dan budaya Asia Tenggara “Jaman Pra Sejarah-Abad XVI”), (terj. Tim Media Abadi. Yogyakarta, Mitra Abadicetakan 1 maret 2009). hal 85
[10] Menemukan ada dua juga yang menyebutkan; Budha Hiyanaya dan Budha Mahayana. Prof.Dr.Slamet Muljana, Majapahit PT LKiS Pelangi Aksara, 2006 Yogyakarta. Hal. 124
[11] Hasil baca dan perbandingan; DR.R.Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, Kanisius Togyakarta. hal. 37 dengan;- Michel Munoz Paul Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan semenanjung malesyia, (Perkembang sejarah dan budaya Asia Tenggara “Jaman Pra Sejarah-Abad XVI”), (terj. Tim Media Abadi. Yogyakarta, Mitra Abadicetakan 1 maret 2009). Hal.165 & Slamet Muljana Majapahit PT LKiS Pelangi Aksara, 2006 Yogyakarta, bab.3 hal.53
[12] DR.R.Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, Kanisius Togyakarta. hal. 38
[13] Ada perbedaan pandangan mengenai istilah tersebut jika merujuk pada Prof.Dr.Slamet Muljana; “Talang Tuo” bukan prasasti melainkan piagam (& hampir sebagian besar yang berbentuk prasasti). Majapahit PT LKiS Pelangi Aksara, 2006 Yogyakarta. Hal. 124
[14] Michel Munoz Paul Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan semenanjung malesyia, (Perkembang sejarah dan budaya Asia Tenggara “Jaman Pra Sejarah-Abad XVI”), (terj. Tim Media Abadi. Yogyakarta, Mitra Abadicetakan 1 maret 2009). hal. 168.
[15] Baca;Ibid,.-, hal. 173-174
[16] Gambaran kondisi pada waktu itu adalah sebuah pulau besar yang pada masa itu memiliki banyak kerajaan. Atau lebih kepada system Mandala.
[17] Michel Munoz Paul Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan semenanjung malesyia, (Perkembang sejarah dan budaya Asia Tenggara “Jaman Pra Sejarah-Abad XVI”), (terj. Tim Media Abadi. Yogyakarta, Mitra Abadicetakan 1 maret 2009). hal. 174.
[18] Nakon Si Thammarat , Thailand Selatan.
[19] Michel Munoz Paul Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan semenanjung malesyia, (Perkembang sejarah dan budaya Asia Tenggara “Jaman Pra Sejarah-Abad XVI”), (terj. Tim Media Abadi. Yogyakarta, Mitra Abadicetakan 1 maret 2009).hal. 178
[20] Ibid,.- hal 182-187
[21] Baca Ibid,.- hal. 182-187, 320
[22] http://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya. bandingkan dengan Michel Munoz Paul, halaman 245.
[23] Lihat Michel Munoz Paul Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan semenanjung malesyia, (Perkembang sejarah dan budaya Asia Tenggara “Jaman Pra Sejarah-Abad XVI”), (terj. Tim Media Abadi. Yogyakarta, Mitra Abadicetakan 1 maret 2009).hal. 192.
[24] Ibid,.- hal. 196
[25] Ibid,- hal 162-198.
[26] Ada yang menyebutkan Rakai Pikatan adalah seorang raja yang nantinya berkaitan dengan Dinasti Sanjaya.
[27] Michel Munoz Paul Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan semenanjung malesyia, (Perkembang sejarah dan budaya Asia Tenggara “Jaman Pra Sejarah-Abad XVI”), (terj. Tim Media Abadi. Yogyakarta, Mitra Abadicetakan 1 maret 2009).hal.322
[28] Salah satu bukti Prasasti Ratu Baka pada Tahun 856; terjadi perebutan kekuasaan yang merupakan tuntutan atas tahta kerajaan di Jawa Tengah dari Balaputra Dewa terhadap Rakai pikatan. Purwadi, The History of Javanese Kings “Sejarah Raja-raja Jawa”, Yogyakarta Ragam Media. Hal, 10-11
[29] Tabel itu berbunyi: “Seorang raja Suvarnadvipa (nama sansekrit untuk Sumatra), bernama Balaputra mendirikan sebuah pertapaan di biara Budha Nalanda. Pada kesempatan ini Raja Devapala dari dinasti Pala India menawarkan sejumlah desa untuk biara baru itu”. Michel Munoz Paul Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan semenanjung malesyia, (Perkembang sejarah dan budaya Asia Tenggara “Jaman Pra Sejarah-Abad XVI”), (terj. Tim Media Abadi. Yogyakarta, Mitra Abadicetakan 1 maret 2009).hal. 197-198
[30] Michel Munoz Paul Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan semenanjung malesyia, (Perkembang sejarah dan budaya Asia Tenggara “Jaman Pra Sejarah-Abad XVI”), (terj. Tim Media Abadi. Yogyakarta, Mitra Abadicetakan 1 maret 2009). hal. 207
[31] Ibid,.- Hal. 207
[32] Ibid,... hal. 208, Sebuah prasasti yang di buat oleh Culamanivarmadeva setelah kemenangan merebut kembali Palembang, lihat pula Lampiran 0.2.
[33] Darmawangsa adalah keturunan terakhir dari kerajaan Medang. Yang sebelumnya adalah Prabu Dewata Cengkar, Ajisaka, Sri Maharaja Rakai Empu Sindok,
[34] Keterangan ini di sadur dari keterangan Kern. Dan Casparis, lalu dilanjutkan oleh Michel Munoz Paul Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan semenanjung malesyia, (Perkembang sejarah dan budaya Asia Tenggara “Jaman Pra Sejarah-Abad XVI”), (terj. Tim Media Abadi. Yogyakarta, Mitra Abadicetakan 1 maret 2009).hal. 209 terkait dengan kekuasaan Airlangga.
[35] Baca;Ibid,.. hal. 210-211
[36] Sumatra juga di kenal banyak nama. Orang-orang india Utara mengenal sebagai “Survaranadvipa” yang secara literature bermakna “Pulau Emas”, yang lain juga menyebutkan “Shi Li Fo Shi” ada juga yang menyebutkan “San Fo Qi” hal. 154
[37] Paul Michel Munoz Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan semenanjung malesyia, (Perkembang sejarah dan budaya Asia Tenggara “Jaman Pra Sejarah-Abad XVI”), terj. Tim Media Abadi. Yogyakarta, Mitra Abadicetakan 1 maret 2009. hal. 155
[38] Baca.dan di sebutkan juga Lokasi pemerintahan ini terletak dekat muara Jambi/ Kumpeh, dimana sisa-sisa yang berasal dari penghujung abad I M telah di temukan. hal 155
1 komentar:
sekedar mampir...
dan setelah aku bc ini makalah. keunikanya ada di perbandingan bukunya.. bgz...
Posting Komentar
silahkan berkomentar