Menanggapi berbagai pertanyaan yang datang lewat email.
Banyaknya sebagian besar dari masyarakat saat ini adalah sebuah keinginan untuk dapat merasakan dan menikmati hasil kemerdekaan baik berupa teknologi, kemajuan, dan sebuah trobosan kebijakan pemerintah. Akan tetapi terkadang yang terjadi dalam realitasnya bahwa hasil itu terkadang lepas dari substansi “keanekaragaman Indonesia”. Baik dari timbal balik konsekuensi pragmatis dan relativisme (eksternal/internal). Hal ini banyak di mungkinkan adanya kegelisahan pribadi yang mengatas namakan kepentingan umum. Salah satu problem yang nakiroh(umum) adalah minimnya rasa “kebangsaan” kita untuk menciptakan baldaatun toyibatunn warobbun Ghafuur. Artinya sebuah kemandirian dan “rasa prihatin”(kata wong jawa) masih dirasa kurang di lakukan oleh generasi sekarang. Tentu diskursus tersebut adalah sebuah representasi dari peranan kegelisahan yang tak mau menjadikan bahan pelajaran untuk “merekonstruksi” baik secara indvidu maupun kelompok. Jika di sinergiskan antara tatanan masyarakat dengan sebuah kesinambungan. Maka kesinambungan dan tatanan masyarakat adalah sebuah kunci utama untuk menentukan sebuah kebangsaan hal ini juga tak terlepas dari peranan kebijakan yang di fonis oleh pemerintah. Berbangsa saja tidak cukup hanya melihat mencatat dan menelaah tanpa mau menjalankan konsekuensi “perubahan”. Artinya konsekuensi kemajuan positif analisis yang menjadikan kita bisa merambah kedalam ranah kemajuan. Dalam ranah ini jalan (sarana/proses)untuk menajadi lebih baik dengam salah satu kaidah fiqhiyyah-nya At-tiqotu ahamiyatu minal maaddin. Sebuah contoh kasus adalah banyak orang merebutkan kursi pemerintahan dengan jalan yang berbeda-beda, termasuk dengan cara konspirasi dll. Hal ini diasa sebagai proses yang kurang baik, karna jika konspirasi itu berkelanjutan maka kita akan terbayang-bayangi dengan hukum rimba.
Permasalahan Deskonstruksi yang masih berkelanjutan membuat sebagian orang ingin membentuk sebuah tren dan fenomena baru. Dengan teori “destroyed” menghalalkan berbagaimacam cara dan jalan untuk menjembatani mereka agar dapat membungkus kepentingan menjadi sebuah wadah, lalu berlomba-lomba menerka kekurangan sang lawan untuk di jadikan sebuah judul yang ampuh bagi sebagian golongan. Hal ini akan terus kembali terulang dan di cetak dalam sejarah, bukan karna tak ada warna yang abadi, ataupun bukan lantaran kemanusiaan yang menghilang dari peri-kemanusian itusendiri, akan tetapi semakin seseorang banyak kepentingan maka semakin pula ia menjadikan dirinya sang creator ulung. Jika kita simak sebentar mengenai para filusuf yang melekat pada para pemikiranya, bahwa “ada jalan lain yang harus kita pikirkan”. Dalam teori dialektika jika Pemikiran dapat kita posisikan sebagai sebuah tesis maka, sintesis dan anti-tesisnya menurut sebgaian kecendrungan adalah manusia itu sendiri. Obyektif terkadang membuat orang tak percaya lagi dan tidak melekat lagi dalam benak History. Pengaruh yang di lancarkan dalam serangan kepada obyektif adalah kecakapan dan substansi diri kita yang tak kunjung kita temukan.
Terkait dengan kebijakan, Salah satu trauma masyarakat pada umumnya saat ini ; banyaknya kebijakan pemerintah yang tak dapat dirasakan betul oleh masyarakat kelas bawah, jika saat ini para pejabat pemerintah 66% saja dapat menjalankan tugasnya dengan penuh keprihatinan dan kepenuhanya itu dapat menimbulkan sebuah afiliasi dan rekonstruksi kepada masyarakat dengan total maka, ketotlan itu akan di rasakan betul oleh masyarakat. Kendala yang paling utama yang terjadi di Indonesia saat ini menyangkut pejabat, mereka seakan-akan tidak berfikir dan tidak merasakan betul, bahwa masyarakat pada sebagian besar adalah masyarakat miskin. Artinya,(menyangkut tentang kebijakan)hampir 79% masyarakat di Indonesia di latar belakangi oleh ketidak punyaan. Sementara itu hingar binger perpolitikan dan politik praktis terus terjadi. Dan kebijakan-kebijakan yang di canangkan untuk masyarakat seakan-akan menjadi sebuah bom waktu yang siap meledak jika keputusan di jalankan.
Salah satu jalan yang seharusnya di lakukan oleh seorang muslim, hemat saya adalah untuk permasalahn ini tercantum dalam Karya Yusuf Al-Qorodowi, menyebutkan dalam bukunya yang berjudul: Fiqih Prioritas. Menyebutkan bahwa ada beberapa prioritas sebagai seorang muslim (paradigma fiqhiyahnya).
Dalam memberikan pertimbangan terhadap berbagai kepentingan
tersebut, kita dapat mempergunakan kaidah berikut ini:
Mendahulukan kepentingan yang sudah pasti atas
kepentingan yang baru diduga adanya, atau masih
diragukan.
Mendahulukan kepentingan yang besar atas kepentingan yang
kecil.
Mendahulukan kepentingan sosial atas kepentingan
individual.
Mendahulukan kepentingan yang banyak atas kepentingan
yang sedikit.
Mendahulukan kepentingan yang berkesinambungan atas
kepentingan yang sementara dan insidental.
Mendahulukan kepentingan inti dan fundamental atas
kepetingan yang bersifat formalitas dan tidak penting.
Mendahulukan kepentingan masa depan yang kuat atas
kepentingan kekinian yang lemah.
Kaidah-kaidah fiqhiyaah yang terkandung di atas adalah salah satu jalan diantara jalan yang lain untuk menjembatani problematika dalam diskursus kemasyarakatan. Hemat saya ketika kaidah-kaidah fiqhiyah memberikan sebuah jalan, yang tidak lain untuk menjembatani permasalahan maka, hal inilah yang menjadi dasar bagi seorang muslim yang baik(sunnah).
Akan tetapi kaidah-kaidah ini tentunya tidak terhenti hanya sampai disini. Jika kita berpandangan bahwa ini terhenti sampai disini maka yang akan saya katakana adalah itu salah. Jika untuk “sementara”, atau Zamanya maka itu boleh-boleh saja. Dan yang perlu di catat bahwa bukan berarti hal tersebut adalah kemenangan bagi kaum yang mayoritas. Mayoritas bisa juga kalah jika, mayotitas terdapat perbedaan semangat dan tujuan. Artinya mayoritas “yang bodoh” akan menjadi awal kehancuran bagi dirinya sendiri. Bersambung dan termasuk menyangkut penjabaran kaidah-kaidah di atas………… email
1 komentar:
barus mas... mantaph.... teruskan.. walau kta-2na masih amburadul tapi aku salud dengan penyajianya. penuh bersahaja mas...
di tunggu artikel selanjutnya
Posting Komentar
silahkan berkomentar