Aku seperti narapidana di laut lepas
Hatiku seperti gumpalan daging tak bermakna
Bukan aku jika aku tak menangis mendengar mereka berkata
Lidahnya mengeluarkan bau bangkai dan bercerita
Tentang lautan hitam dalam tubuh sejarah bangsaku
Sepertinya hati tak ada lagi gunanya
Mati lah mati …
Aku meratapi dalam sajadah dzikirku
Untuk menemukan fatwa dalam hatiku
Kadang aku ingin hidup sebagai syeh siti jenar
Kadang aku juga ingin hidup sebagai mata air
Namun hati dalam tubuh bangsaku telah termakan oleh mata
Seakan-akan mata adalah kepercayan kunci mati bagi inginmu
Padahal antara mata dan hati ada mutiara yang tak pernah engkau sempat temukan
Ada mutiara hati dan nur illahi yang tak sempat kau hadirkan dalam perbincangan manismu
Kau tak pernah bercerita tentang percintaanmu denganya
Ada keinginan nurani nur yang tak pernah kau rasakan
Rasa, Jiwa
Ada mata yang tak pernah kalian buka dalam catatan sejarah
Ada mutiara yang tak pernah di buka oleh jiwa dan fikiranmu
Ada banyak dimensi waktu yang tak pernah sempat kau cintai
Ada ranah cinta yang tak pernah kau cintai
Ada tangisan jiwa yang tak pernah kau alami
Ada kebisuan hidup yang tak pernah kau alami
Kalian tak pernah mencoba bercinta dengan mutiara
Mengapa kau hadir dalam pintu orang lain
Kenapa tidak berkunjung saja pada dirimu
Kalian tak pernah menghampiri hatimu untuk mereka
Mengapa kau ungkapkan bangakai catatan hitamku
Aku seperti mendengar cerita yang tak kutemukan tokohnya
Hidup serasa jauh dari peradaban cinta
Jauh dari mutiara hati
Jauh dari hati yang menghasilkan mutiara
Jauh..
Jauh..
Jauh…Sejauh aku ingin kembali kemasalalu
Sebagai kodrat, sebagai insan, sebgai jiwa hati yang bermutiara
(sebagian teks hilang di makan “fatwa”, dan kurang layak untuk dipublikasikan)
Krapyak yogyakarta, Maret 2010
Selasa, 04 Februari 2020
FATWA ADA DIMANA-MANA
Posted by Khamim Mubarok on 17.41
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar